1. Virus Marburg
Nama Marburg diambil dari nama sebuah kota kecil dan indah di dekat
Sungai Lahn, Jerman. Tapi, pilihan nama tersebut sama sekali tidak
menggambarkan betapa ganasnya virus ini. Marburg, ternyata adalah virus
yang paling berbahaya di dunia.
Marburg Virus Disease (MVD)
pertama kali terindentifikasi di Marburg setelah seorang petugas
laboratorium diserang kera asal Uganda. Virus Marburg dan virus Ebola
memiliki famili yang sama, yaitu Filoviridae. Gejalanya adalah
kejang-kejang dan pendarahan pada selaput lendir, kulit, serta organ
tubuh manusia. Angka kematian kasus ini sangat bervariasi, mulai dari
25% di tahun 1967 hingga lebih dari 80% di Kongo tahun 1998-2000 dan di
Angola tahun 2005.
Penularan virus ini melalui kontak langsung
dengan darah, cairan tubuh dan jaringan orang yang terinfeksi. Bisa juga
melalui kontak langsung dengan hewan yang terinfeksi virus ini,
misalnya monyet atau kelelawar. Menurut WHO,
belum ditemukan antivirus untuk Marburg. Sementara, penggunaan terapi
siRNA yang sukses pada primata belum bisa diaplikasikan pada manusia.
siRNA terbukti bisa menghambat produksi protein sehingga mencegah
pertumbuhan virus di dalam sel.
2. Flu Burung
Virus flu burung atau H5N1 adalah penyakit pernafasan yang menyerang
unggas. Meskipun mudah menular pada unggas, penyakit ini sulit menular
antara manusia ke manusia. Seseorang bisa tertular ketika dia melakukan
kontak langsung dengan unggas. Hal inilah yang menjawab pertanyaan
mengapa kasus flu burung banyak terjadi di Asia: banyak orang Asia yang
terbiasa memelihara dan berinteraksi langsung dengan burung, ayam, atau
unggas lainnya.
Flu burung (H5N1) bisa ditangani dengan Oseltamivir atau
Tamiflu. Obat ini mencegah influenza virus menyebar ke seluruh tubuh
pasien yang sudah terjangkit virus flu burung. Vaksin flu burung memang
tengah dikembangkan, namun sampai saat ini belum ditemukan vaksin yang
bisa mencegah pandemi di masa depan.
Sementara, tingkat kematian
untuk kasus flu burung sendiri sudah mencapai angka 70%. Namun, perlu
diketahui bahwa virus ini sangat sensitif terhadap panas. Ketika unggas
sudah dimasak dan mencapai panas 70 derajat, berarti makanan itu aman
untuk dikonsumsi.
3. Hantavirus
Nama ini diambil dari nama sungai dimana tentara Amerika pertama kali
diduga terinfeksi selama Perang Korea tahun 1950. Gejalanya meliputi
penyakit paru-paru, demam, dan gagal ginjal. Sementara, proses infeksi
terjadi melalui kontak langsung dengan kotoran, air liur, atau air seni
tikus yang terinfeksi hantavirus.
Tidak ada pengobatan atau
vaksin khusus untuk melawan virus ini. Jika Hantavirus bisa didiagnosa
dengan lebih cepat, maka perawatan intensif akan sangat berguna bagi
pasien. Biasanya, pasien yang terjangkit virus ini akan diintubasi
(penempatan tabung plastik di trakhea untuk membantu pernafasan) dan
diberikan terapi oksigen. Hal ini dilakukan lantaran pasien dengan
Hantavirus biasanya akan menderita stres karena kesulitan bernafas.
Nah,
jika gejala-gejala awal penyakit ini diabaikan dan tidak segera
mendapat penanganan, sesak napas yang diderita pasien bisa sangat parah
sehingga nyawa tidak bisa diselamatkan lagi.
4. Virus Lassa
Orang pertama yang terinfeksi virus Lassa adalah seorang perawat di
Nigeria. Virus ini ditularkan oleh tikus dan sifatnya endemik – virus
terjadi di satu wilayah tertentu dan dapat terulang kembali di tempat
yang sama, dan dalam kasus ini, Afrika Barat. Para ilmuwan berpendapat
bahwa 15% hewan pengerat di Afrika Barat membawa virus ini.
Ribavirin
adalah obat yang paling baik bagi penderita demam Lassa. Jika Ribavirin
diberikan pada 6 hari pertama, pasien punya kemungkinan hidup 10 kali
lipat lebih besar. Selain itu, digunakan pula terapi oksigen dan opium
untuk mendukung pengobatan dengan Ribavirin.
Virus Lassa sampai
saat ini juga belum bisa ditanggulangi dengan vaksin. Pencegahan masih
dilakukan dengan pemberantasan tikus Multimammate dari jenis Mastomys yang menyebarkan virus ini.
5. Virus Crimea
Virus Crimea terindentifikasi pertama kali pada 1944 di Crimea,
wilayah Ukraina yang baru-baru ini memilih bergabung dengan Rusia.
Namun, pada tahun 1969 virus ini kembali ditemukan di Kongo sehingga
diperoleh nama Crimean-Congo Hemorrhagic Fever (CCHF).
Virus yang
satu ini ditularkan oleh kutu dan peradangannya mirip dengan Marburg dan
Ebola. Pada hari-hari pertama infeksi, penderita akan memiliki tanda
berdarah di bagian wajah, mulut dan faring. Baik bagi hewan maupun
manusia, belum ada vaksin untuk virus ini. Pasien penderita virus Crimea
akan diberikan penanganan intensif yang meliputi transfusi darah,
pemberian antibiotik, hingga suntikan pada pembuluh darah atau
intravena.
6. Virus Dengue
Virus Dengue adalah yang menyebabkan penyakit Deman Berdarah Dengue
(DBD) dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti. Setiap tahunnya, ada
lebih dari 400 juta orang di daerah tropis dan subtropis terinfeksi
virus ini, termasuk Indonesia salah satunya.
Tidak ada cara
pengobatan khusus untuk penyakit ini. Yang pasti, pasien harus segera
mendapat penanganan medis yang intensif termasuk kontrol jumlah cairan
tubuh yang jadi sangat penting. Belum ada vaksin yang dapat mencegah
infeksi virus ini. Cara yang paling efektif untuk pencegahan adalah
menghindari gigitan nyamuk.
Fakta keberadaan virus-virus di atas jelas mengancam umat manusia.
Namun, nggak perlu merasa takut atau panik secara berlebihan. Pasalnya,
ilmu dan teknologi kedokteran akan terus berkembang dari masa ke masa.
Bukan tidak mungkin, akan ditemukan vaksin-vaksin baru yang efektif
menangkis bahaya virus-virus di atas. Atau apakah kamu bercita-cita
mengembangkannya?
semoga bermanfaat sob.
wassalam
0 komentar:
Posting Komentar