Apa itu Diseminasi?
Diseminasi berarti “kegiatan menyebarluaskan suatu
doktrin/pemikiran”. Dalam konteks Gerakan Palang Merah dan Bulan
Sabit Merah (selanjutnya disebut Gerakan), diseminasi berarti
menyebarluaskan pengetahuan mengenai Hukum
Perikemanusiaan Internasional dan Prinsip-prinsip Dasar
Gerakan.
Latar Belakang
Pada International Conference of Red Cross di Berlin pada tahun
1869, Gustave Moynier – salah seorang pendiri Komite
Internasional – berpendapat, “Apabila ingin Konvensi
(Jenewa) ini efektif, tentara dan masyarakat secara
menyeluruh perlu diilhami dengan semangat (kemanusiaan)
ini. Prinsip-prinsip tersebut perlu dipopulerkan
melalui propaganda aktif.” Berdasarkan pemikiran inilah pada
akhirnya Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol Tambahan 1977
menentukan suatu kewajiban untuk menyebarluaskan
isinya.
Dasar Hukum / Landasan
Kewajiban untuk mendiseminasikan isi Konvensi Jenewa dan Protokol Tambahannya terkandung dalam:
- pasal 47 Konvensi Jenewa I
- pasal 48 Konvensi Jenewa II
- pasal 127 ayat (1) Konvensi Jenewa III
- pasal 144 ayat (1) Konvensi Jenewa IV
- pasal 83 ayat (1) Protokol Tambahan I
- pasal 19 Protokol Tambahan II
Pada intinya, pasal-pasal tersebut menentukan bahwa para Pihak
Peserta Agung (negara penandatangan konvensi) berjanji untuk
menyebarluaskan isi konvensi ini seluas mungkin dalam
negara masing-masing, terutama untuk memasukkan
pengajarannya dalam program pendidikan militer,
sehingga azas-azas Konvensi dikenal oleh seluruh penduduk, terutama
angkatan perang, anggota dinas kesehatan, dan para
rohaniwan.
Kewajiban untuk diseminasi juga terkandung dalam
Statuta / Anggaran Dasar Gerakan, yaitu dalam pasal-pasal
sebagai berikut.
- Pasal 3 ayat (2) paragraf 3, yang berbunyi
“Perhimpunan Nasional membantu Pemerintah, menyebarluaskan
Hukum Perikemanusiaan Internasional; mereka mengambil prakarsa,
dalam hal ini menyebarluaskan prinsip-prinsip dan cita-cita
dari Gerakan dan membantu Pemerintah yang juga
menyebarluaskan prinsip-prinsip dan cita-cita tersebut.
Perhimpunan Nasional bekerja sama dengan Pemerintahnya
untuk menjamin agar Hukum Perikemanusiaan Internasional
dihormati dan agar lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
dilindungi.”
- Pasal 5 ayat (2) butir a dan g menyebutkan bahwa tugas dari
Komite Internasional sesuai dengan AD-nya yang terutama ialah
“Memelihara dan menyebarluaskan Prinsip Dasar Gerakan ini,
yaitu: kemanusiaan, kesamaan, kenetralan, kemandirian, kesukarelaan,
kesatuan dan kesemestaan;
Bekerja untuk pemahaman dan penyebarluasan pengetahuan hukum
perikemanusiaan internasional yang berlaku pada konflik
bersenjata dan mempersiapkan perkembangannya.”
- Pasal 6 ayat (4) butir j, menyebutkan bahwa fungsi dari Federasi
Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
Internasional adalah
“Membantu Komite Internasional dalam memajukan dan mengembangkan
Hukum Perikemanusiaan Internasional dan bekerjasama dengannya
dalam penyebarluasan Hukum ini dan Prinsip-prinsip
Dasar Gerakan pada Perhimpunan Nasional.”
Apa Yang Perlu Disebarluaskan?
Berdasarkan Statuta / Anggaran Dasar Gerakan, maka hal-hal yang
perlu disebarluaskan oleh komponen Gerakan adalah hukum
perikemanusiaan internasional dan prinsip-prinsip dasar
Gerakan. Lalu apa yang dimaksudkan dengan hukum
perikemanusiaan internasional dan prinsip-prinsip dasar
Gerakan?
Menurut definisi yang dirumuskan oleh International
Committee of the Red Cross (ICRC), Hukum Humaniter Internasional
(Hukum Perikemanusiaan Internasional) adalah: “Semua ketentuan
yang terdiri dari perjanjian dan kebiasaan
internasional, yang bermaksud untuk mengatasi segala
masalah kemanusiaan yang timbul pada waktu pertikaian
bersenjata internasional maupun non-internasional.
Hukum tersebut membatasi atas dasar kemanusiaan, hak-hak dari
pihak yang terlibat dalam pertikaian untuk menggunakan beberapa
senjata dan metode perang tertentu, serta memberikan
perlindungan kepada orang yang menjadi korban maupun
harta benda yang terkena akibat pertikaian bersenjata.”
Hukum Perikemanusiaan Internasional mencakup dua bidang, yaitu
- perlindungan kepada orang-orang yang tidak atau tidak lagi
ikut serta dalam pertempuran (diatur dalam Hukum Jenewa),
- pembatasan terhadap alat dan cara berperang (diatur dalam Hukum Den Haag).
Di samping itu terdapat semacam hukum yang disebit “campuran”,
karena memuat peraturan-peraturan tentang perlindungan korban
pertikaian bersenjata bersama dengan
ketentuan-ketentuan yang bersifat operasional. Hukum
campuran ini terdapat dalam Protokol Tambahan 1977.
Prinsip-prinsip dasar yang dimaksudkan untuk
disebarluaskan adalah tujuh prinsip dasar Gerakan. Kata
“prinsip” berasal dari bahasa Latin “principum” yang
berarti “penyebab utama, asal, dasar”. Lebih dalam
prinsip dapat berarti “suatu aturan-aturan dasar yang mengekspresikan
nilai-nilai dasar suatu kelompok komunitas yang tidak
berubah-ubah”.
Pada konteks Palang Merah, suatu prinsip menurut
Jean Pictet adalah “aturan-aturan tindakan yang wajib,
berdasar pada pertimbangan dan pengalaman, yang mengatur kegiatan
dari semua komponen Gerakan pada setiap saat.
Peraturan-peraturan wajib ini berlaku untuk Gerakan di
seluruh dunia yang diadopsi mealui Prinsip-prinsip
Dasar Gerakan sebagai suatu kode etik dan moral.
Mengapa Perlu Diseminasi?
Jawaban yang paling sederhana terhadap pertanyaan ini adalah “Karena
penyelenggaraan diseminasi merupakan kewajiban yang
ditetapkan oleh Konvensi dan Protokol Tambahan kepada
Negara Peserta.” Namun apabila digali lebih dalam lagi,
ada beberapa hal lain yang menjadi dasar mengapa
diseminasi ini harus dilakukan.
Konvensi Jenewa dan Protokol Tambahannya serta HPI
secara luas pada intinya ingin meminimalisasi korban
konflik bersenjata, dengan menetapkan ketentuan-ketentuan yang
melindungi orang-orang yang tidak atau tidak lagi ikut serta
dalam pertempuran. Untuk dapat mencapai tujuan ini,
prinsip utama HPI perlu diketahui oleh sebanyak mungkin
orang, sehingga mereka ini dapat membantu
mengimplementasikannya. Diseminasi adalah salah satu
cara untuk menyampaikan pengetahuan ini.
Penyebarluasan tentang Prinsip-prinsip Dasar Gerakan
juga merupakan satu hal yang penting untuk dilakukan.
Dengan menyebarluaskan tentang Prinsip-prinsip Dasar Gerakan,
diharapkan masyarakat dapat mengenal Gerakan dengan lebih baik,
mengingat bahwa Prinsip-prinsip Dasar tersebut dianggap
sebagai karakter Gerakan dalam melakukan pekerjaannya.
Pengertian yang benar tentang masalah HPI,
pengetahuan dasar tentang penggunaan lambang dan Prinsip Dasar
Gerakan akan sangat membantu meningkatkan jaminan perlindungan
dan keamanan anggota Gerakan dan menjamin kemudahan
penyaluran bantuan kepada yang membutuhkan. Dengan
demikian, Gerakan dapat melaksanakan mandat
kemanusiaannya dengan lebih efektif. Selain itupun
diharapkan melalui diseminasi ini, citra Gerakan akan dapat
dipertahankan dan bahkan lebih ditingkatkan lagi.
Diseminasi oleh Palang Merah Indonesia
Pada dasarnya tanggung jawab untuk menyebarluaskan Hukum
Perikemanusiaan Internasional berada di tangan
pemerintah atau negara peserta Konvensi-konvensi Jenewa
1949. Namun di lain pihak, perhimpunan nasional yang
diakui juga memiliki tugas untuk membantu pemerintahnya
dalam penyebarluasan HPI termasuk bekerja sama dengan pemerintah
untuk menjamin penghormatan terhadap implementasi HPI dan
perlindungan terhadap lambang palang merah dan bulan
sabit merah. Hal ini telah dimandatkan dalam Statuta
Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
Internasional. Selain penyebarluasan HPI, perhimpunan nasional
berkewajiban pula menyebarluaskan Prinsip-Prinsip Dasar Gerakan.
Strategi Palang Merah Indonesia dalam bidang diseminasi adalah sebagai berikut.
“Memasyarakatkan nilai-nilai dasar kemanusiaan yang
tersirat dalam Prinsip Dasar dan HPI kepada kalangan
internal PMI dan masyarakat umum, khususnya isu Lambang, dengan
target:
- meningkatkan pemahaman dan implementasi jajaran PMI dalam aplikasi
Prinsip Dasar dan HPI di dalam menetapkan kebijakan dan
pelayanan nyata;
- reduksi penggunaan lambang yang salah dan penghormatan serta proteksi terhadap petugas PMI di lapangan;
- meningkatnya pelaksanaan kegiatan diseminasi di lingkungan Daerah dan Cabang.”
Hingga kini telah banyak program diseminasi yang dilaksanakan
Kantor Pusat PMI, itupun belum termasuk yang dilaksanakan oleh
Cabang dan Daerah di seluruh Indonesia. Di tingkat
pusat program-program yang telah dilaksanakan di
antaranya adalah orientasi-orientasi kepalang merahan
dan prinsip dasar, pelatihan diseminator HPI, dan
seminar mengenai lambang. Namun sayang sekali, diseminasi
tidak dilakukan secara merata di semua daerah dan cabang.
Hasil kuesioner yang dilakukan Kantor Pusat PMI
menyimpulkan bahwa faktor keterbatasan tenaga diseminator
baik kualitas maupun kuantitas serta masih kurangnya pemahaman
sebagian Pengurus terhadap isu kepalangmerahan dan HPI
menjadikan implementasi program Diseminasi di seluruh
Indonesia tidak merata, padahal di beberapa wilayah
rawan konflik maupun bencana, pelayanan kepalangmerahan
sangat memerlukan akses dan dukungan masyarakat maupun
pemerintah, khususnya dalam kondisi kritis misalnya jaminan
keamanan petugas relawan di daerah konflik.
Untuk merespon permasalahan tersebut diatas, PMI
bekerjasama dengan Kantor ICRC Jakarta menyelenggarakan “kursus
Diseminator Prinsip-Prinsip Dasar Palang Merah & Bulan
Sabit Merah Internasional dan HPI tingkat Nasional yang
di ikuti oleh 28 orang yang mewakili 24 Daerah. Dengan
demikian, di tiap daerah PMI mempunyai minimal 1
(satu) orang Diseminator HPI dan diharapkan dapat
mengembangkan Diseminasi HPI di daerahnya masing-masing.
Usaha PMI dalam menjamin penghormatan terhadap
lambang telah dilakukan sejak tahun 1998. PMI telah mengupayakan
agar Pemerintah menyusun Undang-undang Nasional tentang
Lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Int
ernasional, untuk itu PMI bekerjasama dengan Pusat
Studi Hukum Humaniter Univ. Trisakti telah menyusun
draft rancangan Undang-Undang (RUU) Lambang Palang
Merah. Pada tahun 2001, PMI bekerjasama dengan ICRC Jakarta dan
Panitia Tetap Hukum Humaniter Internasional ini membahas
kembali draft RUU tersebut dan hasilnya didiskusikan
dalam sebuah lokakarya pada tanggal 14 Mei 2001. Hasil
penyempurnaan dari lokakarya tersebut telah diserahkan
ke Direktorat Perundang-undangan untuk ditindaklanjuti.
Dan diharapkan pada tahun 2002 sudah disyahkan menjadi Undang-Undang
Nasional.